MAKALAH INDONESIA DI DALAM PANGGUNG DUNIA
MAKALAH
INDONESIA DI DALAM PANGGUNG DUNIA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Politik luar negeri suatu
negara lahir ketika negara itu sudah dinyatakansebagai suatu negara yang
berdaulat. Setiap identitas negara yang berdaulatmemiliki kebijakan yang mengatur
hubungannya dengan dunia
internasional, baik berupa negara maupun komunitas internasional lainnya. Kebijakantersebut
merupakan bagian dari politik luar negeri yang dijalankan negara danmerupakan
pencerminan dari kepentingan nasionalnya.Indonesia menerapkan Sistem Politik
Luar Negeri Bebas Aktif sejak awalkemerdekaan hingga sekarang. Pelaksanaan
Politik Luar Negeri di
Indonesia berbeda dari masa ke masa dan pelaksanaannya pun masih belum sepenuhnyasesuai
dengan istilah “Bebas dan Aktif”
.Dalam Dunia Internasional,
Politik Luar Negeri sangat diperlukan. Hal ini disebabkan karena sebagai
negara yang berdaulatkita harus menjalin hubungan kerjasama dengan negara lain
agar tercipta danterjalin terjalin perdamaian dunia. Dalam hal ini Indonesia
memiliki banyak peranan penting dalam menciptakan
dan menjaga stabilitas perdamaian dunia danikut serta
membantu negara-negara yang membutuhkan bantuan.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah Politik Luar
Negeri Indonesia dan pelaksanaannya(1945 - sekarang) ?2.
2.
Bagimanakah Peran Indonesia
dalam Dunia Internasional ?
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah
ini adalah :
1.
Memberikan pengetahuan dan
pemahaman kepada pembaca mengenaiPolitik Luar Negeri Indonesia dan
pelaksanaannya (1945 - sekarang).
2.
Memberikan pengetahuan dan
pemahaman kepada pembaca mengenaiPeran Indonesia dalam Organisasi dunia
Internasional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. LANDASAN IDEAL & KONSTITUSIONAL LUAR
NEGERI
Landasan Ideal dalam pelaksanaan
politik luar negeri Indonesia adalah Pancasila yang merupakan dasar negara
Indonesia. Sedangkan landasan konstitusional dalam pelaksanaan politik
luar negeri Indonesia
adalah Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea pertama.
Tujuan politik luar negeri bebas
aktif adalah untuk mengabdi kepada tujuan nasional bangsa Indonesia yang
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
B. POLITIK LUAR NEGERI BEBAS AKTIF &
PELAKSANAANNYA
LAHIRNYA
POLITIK LUAR NEGERI BEBAS AKTIF
Dalam perang dingin yang sedang
berkecamuk antara Blok Amerika (Barat) dengan Blok Uni Soviet (Timur),
Indonesia memilih sikap tidak memihak kepada salah satu blok yang ada. Hal ini
untuk pertama kali diuraikan Syahrir, yang pada waktu itu menjabat
sebagai Perdana Menteri di dalam pidatonya pada Inter Asian Relations Conference di New Delhi pada tanggal 23
Maret–2 April 1947. Syahrir mengajak bangsa-bangsa Asia untuk bersatu atas
dasar kepentingan bersama demi tercapainya perdamaian dunia, yang hanya bisa
dicapai dengan cara hidup berdampingan secara damai antar bangsa serta menguatkan
ikatan antara bangsa ataupun ras yang ada di dunia.
Tetapi walaupun Indonesia memilih
untuk tidak memihak kepada salah satu blok yang ada, hal
itu tidak berarti Indonesia berniat untuk menciptakan blok baru. Indonesia juga tidak bersedia
mengadakan atau ikut campur dengan suatu blok ketiga yang dimaksud untuk
mengimbangi kedua blok raksasa itu.
Sikap yang demikian inilah yang
kemudian menjadi dasar politik luar negeri Indonesia yang biasa disebut dengan
istilah Bebas Aktif, yang artinya dalam menjalankan politik luar negerinya
Indonesia tidak hanya tidak memihak tetapi juga “aktif“ dalam usaha memelihara
perdamaian dan meredakan pertentangan yang ada di antara dua blok tersebut
dengan cara “bebas“ mengadakan persahabatan dengan semua negara atas dasar saling
menghargai.
POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA MASA
DEMOKRASI PARLEMENTER (1950 -1959)
Prioritas utama politik luar
negeri dan diplomasi Indonesia pasca kemerdekaan hingga tahun 1950an lebih
ditujukan untuk menentang segala macam bentuk penjajahan di
atas dunia, termasuk juga untuk memperoleh pengakuan internasional atas proses
dekolonisasi yang belum selesai di Indonesia, dan menciptakan perdamaian dan
ketertiban dunia melalui politik bebas aktifnya.
Sejak pertengahan tahun 1950 an,
Indonesia telah memprakarsai dan mengambil sejumlah kebijakan luar negeri yang
sangat penting dan monumental, seperti, Konferensi
Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955. Konsep politik luar negeri Indonesia yang bebas
aktif merupakan gambaran dan usaha Indonesia untuk membantu terwujudnya
perdamaian dunia. Salah satu implementasinya adalah keikutsertaan Indonesia
dalam membentuk solidaritas bangsa-bangsa yang baru merdeka dalam forum Gerakan
Non-Blok (GNB) atau (Non-Aligned
Movement/ NAM).
·
POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA MASA
SOEKARNO (DEMOKRASI TERPIMPIN)
Politik luar
negeri Indonesia pada masa ini bersifat revolusioner. Presiden Soekarno dalam era ini
berusaha sekuat tenaga untuk mempromosikan Indonesia ke dunia internasional
melalui slogan revolusi nasionalnya yakni Nasakom
(nasionalis, agama dan komunis) dimana elemen-elemen ini diharapkan dapat beraliansi
untuk mengalahkan Nekolim (Neo Kolonialisme dan Imperialisme).
Presiden
Soekarno memperkenalkan doktrin politik baru berkaitan dengan sikap
konfrontasi penuhnya terhadap imperialisme dan kolonialisme. Doktrin itu mengatakan bahwa dunia
terbagi dalam dua blok, yaitu “Oldefos” (Old Established Forces) dan “Nefos” (New Emerging Forces).
Soekarno menyatakan bahwa ketegangan-ketegangan di dunia pada
dasarnya akibat dari pertentangan antara kekuatan-kekuatan orde lama (Oldefos)
dan kekuatan-kekuatan yang baru bangkit atau negara-negara progresif (Nefos).
Politik luar negeri pada masa
Demokrasi Terpimpin juga ditandai dengan usaha keras Presiden Soekarno membuat
Indonesia semakin dikenal di dunia internasional melalui beragam konferensi
internasional yang diadakan maupun diikuti Indonesia. Tujuan awal dari
dikenalnya Indonesia adalah mencari dukungan atas usaha dan
perjuangan Indonesia merebut dan mempertahankan Irian Barat. Efek samping
dari kerasnya usaha ke luar Soekarno ini adalah
ditinggalkannya masalah-masalah domestik seperti masalah ekonomi.
POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA PADA
MASA ORDE BARU
Pada masa pemerintahan Soeharto,
Indonesia lebih memfokuskan pada pembangunan sektor ekonomi. Beberapa sikap
Indonesia dalam melaksanakan politik luar negerinya antara lain; menghentikan
konfrontasi dengan Malaysia. Upaya mengakhiri konfrontasi terhadap Malaysia
dilakukan agar Indonesia mendapatkan kembali kepercayaan dari Barat dan
membangun kembali ekonomi Indonesia melalui investasi dan
bantuan dari pihak asing. Selanjutnya
Indonesia juga terlibat aktif membentuk organisasi ASEAN bersama dengan
Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina.
POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA ERA REFORMASI
Pada masa pemerintahan Habibie,
disibukkan dengan usaha memperbaiki citra Indonesia di kancah internasional
yang sempat terpuruk sebagai dampak krisis ekonomi di akhir era
Orde Baru dan kerusuhan pasca jajak pendapat di Timor-Timur. Lewat usaha kerasnya, Presiden
Habibie berhasil menarik simpati dari Dana Moneter
Internasional/International Monetary
Funds (IMF) dan
Bank Dunia untuk mencairkan program bantuan untuk mengatasi krisis ekonomi.
Pada masa pemerintahan Presiden
Abdurahman Wahid, hubungan RI dengan negara-negara Barat mengalami sedikit
masalah setelah lepasnya Timor- Timur dari NKRI. Diplomasi di era pemerintahan
Abdurrahman Wahid dalam konteks kepentingan nasional selain
mencari dukungan pemulihan ekonomi, rangkaian kunjungan ke mancanegara diarahkan
pula pada upaya-upaya menarik dukungan mengatasi
konflik domestik, mempertahankan integritas teritorial Indonesia, dan hal yang tak kalah
penting adalah demokratisasi melalui proses peran militer agar kembali ke peran
profesional.
Pada masa presiden Megawati lebih
memerhatikan dan mempertimbangkan peran DPR dalam penentuan kebijakan
luar negeri dan diplomasi seperti diamanatkan dalam UUD 1945. Presiden Megawati juga lebih
memprioritaskan diri untuk mengunjungi wilayah-wilayah konflik di Tanah Air
seperti Aceh, Maluku, Irian Jaya, Kalimantan Selatan atau Timor
Barat.
Pada masa pemerintahan SBY
berhasil mengubah citra Indonesia dan menarik investasi asing dengan menjalin
berbagai kerjasama dengan banyak negara antara lain
dengan Jepang. Politik luar negeri Indonesia di masa pemerintahan SBY
diumpamakan dengan istilah ‘mengarungi lautan bergelombang’, bahkan
‘menjembatani dua karang’. Hal tersebut dapat dilihat
dengan berbagai insiatif Indonesia untuk menjembatani pihak-pihak yang sedang bermasalah.
C. PERAN INDONESIA DALAM UPAYA MENCIPTAKAN
PERDAMAIAN DUNIA
1. PELAKSANAAN KONFERENSI ASIA AFRIKA (KAA) 1955
Pada awal tahun 1954, Perdana
Menteri Ceylon (Srilangka) Sir Jhon Kotelawala mengundang para
Perdana Menteri dari Birma (U Nu), India (Jawaharlal Nehru), Indonesia (Ali
Sastroamidjojo), dan Pakistan (Mohammed Ali) dengan maksud mengadakan Konferensi Kolombo tanggal 28 April sampai dengan 2 Mei 1954. Konferensi Kolombo telah
menugaskan Indonesia agar menjajaki kemungkinan untuk
diadakannya Konferensi Asia Afrika. Atas undangan Perdana Menteri Indonesia,
para Perdana Menteri peserta Konferensi Kolombo (Birma/Myanmar, Srilangka, India,
Indonesia, dan Pakistan) mengadakan Konferensi di Bogor
pada tanggal 28 dan
29 Desember 1954, yang dikenal dengan sebutan Konferensi
Panca Negara. Konferensi ini membicarakan persiapan
pelaksanaan Konferensi Asia Afrika.
Pada tanggal
15 Januari 1955, surat undangan Konferensi Asia Afrika dikirimkan kepada Kepala
Pemerintahan 25 (dua puluh lima) negara Asia dan Afrika. Dari seluruh negara
yang diundang hanya satu negara yang menolak undangan itu, yaitu Federasi
Afrika Tengah (Central African
Federation), karena memang negara itu masih dikuasai oleh
orang-orang bekas penjajahnya. Pada tanggal 18 April 1955 Konferensi Asia
Afrika dilangsungkan di Gedung Merdeka Bandung.
Konferensi dimulai pada jam 09.00 WIB dengan pidato pembukaan oleh Presiden Republik
Indonesia Ir. Soekarno. Sidang-sidang selanjutnya dipimpin oleh Ketua
Konferensi Perdana Menteri RI Ali Sastroamidjojo.
Dasasila Bandung :
1.
Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan, serta asas-asas
kemanusiaan yang termuat dalam piagam PBB.
2.
Menghormati
kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.
3.
Mengakui
persamaan semua suku-suku bangsa dan persamaan semua bangsa besar maupun
kecil.
4.
Tidak melakukan campur tangan dalam soal-soal dalam negara lain.
5.
Menghormati hak-hak tiap bangsa untuk mempertahankan diri secara
sendirian atau secara kolektif, yang sesuai dengan piagam PBB.
6.
Tidak melakukan tekanan terhadap negara-negara lain.
7.
Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi terhadap
integritas teritorial dan kemerdekaan negara lain.
8.
Menyelesaikan
segala perselisihan internasional dengan jalan damai seperti perundingan, persetujuan, dan lain-lain yang sesuai
dengan piagam PBB.
9.
Memajukan kerjasama untuk kepentingan bersama.
10.
Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.
2. Gerakan
Non-Blok/Non Align Movement (NAM)
Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non Align Movement (NAM) adalah suatu gerakan
yang dipelopori oleh negara-negara dunia ketiga yang beranggotakan lebih dari
100 negara-negara yang berusaha menjalankan kebijakan luar negeri yang tidak
memihak dan tidak menganggap dirinya beraliansi dengan Blok Barat atau Blok
Timur.
Tujuan GNB mencakup dua hal, yaitu
tujuan ke dalam dan ke luar. Tujuan kedalam yaitu mengusahakan kemajuan dan
pengembangan ekonomi, sosial, dan politik yang jauh tertinggal dari negara
maju.
Tujuan ke luar, yaitu berusaha
meredakan ketegangan antara Blok Barat dan Blok Timur menuju perdamaian dan
keamanan dunia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, negera-negara Non Blok
menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT).
3. Misi Pemeliharaan Perdamaian Garuda
Pengiriman Misi Garuda yang
pertama kali dilakukan pada bulan Januari 1957. Pengiriman Misi Garuda
dilatarbelakangi adanya konflik di Timur Tengah terkait masalah nasionalisasi
Terusan Suez yang dilakukan oleh Presiden Mesir Ghamal Abdul
Nasser pada 26 Juli 1956.
Untuk kedua kalinya Indonesia
mengirimkan kontingen untuk diperbantukan kepada United Nations Operations for the Congo
(UNOC) sebanyak satu batalyon. Pengiriman pasukan ini terkait
munculnya konflik di Kongo (Zaire sekarang). Konflik ini muncul berhubungan
dengan kemerdekaan Zaire pada bulan Juni 1960 dari
Belgia yang justru memicu pecahnya perang saudara.
4. Pembentukan ASEAN
Pada tanggal 5-8 Agustus di
Bangkok dilangsungkan pertemuan antarmenteri luar negeri dari lima negara,
yakni Adam Malik (Indonesia), Tun Abdul Razak (Malaysia), S Rajaratman
(Singapura), Narciso Ramos (Filipina) dan tuan rumah Thanat Khoman (Thailand).
Pada 8 Agustus 1967 para menteri luar negeri tersebut menandatangani suatu
deklarasi yang dikenal sebagai Bangkok
Declaration.
Deklarasi
tersebut merupakan persetujuan kesatuan tekad kelima negara tersebut untuk membentuk suatu organisasi kerja sama regional yang
disebut Association of South East Asian Nations (ASEAN).
Menurut Deklarasi Bangkok, Tujuan
ASEAN adalah:
1.
Mempercepat
pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan
kebudayaan di Asia Tenggara.
2.
Memajukan stabilisasi dan perdamaian regional Asia Tenggara.
3.
Memajukan
kerjasama aktif dan saling membantu di negara-negara anggota dalam
bidang ekonomi, sosial, budaya, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi.
4.
Menyediakan bantuan satu sama lain dalam bentuk fasilitas-fasilitas
latihan dan penelitian.
5.
Kerjasama yang lebih besar dalam bidang
pertanian, industri, perdagangan,
pengangkutan, komunikasi serta usaha peningkatan standar kehidupan
rakyatnya.
6.
Memajukan studi-studi masalah Asia Tenggara.
7.
Memelihara dan meningkatkan kerjasama yang bermanfaat dengan
organisasi-organisasi regional dan internasional yang a
Komentar
Posting Komentar